Senin, 12 Agustus 2013

Lomba Menulis tentang inspirasi berhijab di kemulimaham UGM



Tema : Aku, Jilbabku, dan Duniaku
Judul : Jilbabku Pilihanku
Nama : Yunita Rahmah
Jilbabku Pilihanku
Karya Yunita Rahmah
Menjadi wanita itu kehendak Tuhan
Menjadi cantik itu relatif
Menjadi muslimah itu anugrah
Tetapi, menjadi muslimah yang sholehah itu pilihan.
Berjilbab adalah salah satu simbol wanita muslimah. Selain menjadi simbol wanita muslimah, berjilbab adalah wujud dari wanita surga. Mengapa dikatakan demikian ? karena dengan berjilbab seorang wanita telah melaksanakan satu perintah ALLah SWT. Meskipun pada awalnya aku sempat berfikir jilbab itu bukan suatu kewajiban bagi seorang wanita.  Padahal wanita yang tidak berjilbab akan mendapatkan dosa  yang pada akhirnya bisa menghapus pahala-pahala lain seperti sholat, puasa, haji, dan pahala-pahala ibadah lain yang dianjurkan oleh ALLah SWT.
Tahun 2009, tahun dimana aku pertama kali mengenal dan mengenakan jilbab. Sungguh bukanlah perkara yang gampang untuk memutuskan memakai jilbab karena bukan cuma butuh waktu untuk memantapkan diri akan tetapi juga keihklasan, renungan dan Istiqomah.
“ Yang penting hatinya yang berjilbab bukan tubuhnya saja, jilbab hati dulu baru jilbab tubuh ” celetukanku yang sering aku lontarkan ketika nasihat-nasihat menghantarkanku tentang berjilbab. Sempat kejadian ketika aku hendak keluar rumah untuk mengunjungi perpustakaan. Dengan kaos lengan panjang, celana hitam dan rambut panjangku yang terurai, aku bersiap untuk melangkah membuka engsel pintu rumah, namun tiba-tiba kakakku datang dan menyeretku untuk tidak mengizinkan keluar rumah.  “Ulurkan jilbab ke tubuhmu dek” Ungkap kakakku. “Yang terpentingkan sudah sopan kak, dengan baju yang aku kenakan di tubuhku ini, tidak mengumbarkan tubuhku kan?” Jawabku dengan enteng. “Tapi auratmu kau perlihatkan dek, ulurkan jilbabmu sepantasnya kamu menjadi seorang wanita muslimah.” Nasihat kakakku penuh lemah lembut. “ Berjilbab hati dulu baru berjilbab tubuh !” dengan rasa kesal gumamku yang berapa kalinya aku celetukan ketika nasihat-nasihat itu menghadangku. “ Berjilbab itu suatu kewajiban yang sudah tertera dalam ayat suci Al Qur’an, hati manusia tidak bisa  berjilbab dengan sempurna. Tentu saja ketidak sempurnaan manusia tidak pernah berubah meski dia memakai jilbab. seorang muslimah berjilbab pun tidak lepas dari kesalahan karena memang fitrahnya sebagai manusia.” Sahut kakakku.  Akupun tak mempedulikan lagi perkataan kakakku, seakan hanya semilir angin yang terdengar dari telingaku. Bukan hanya sesekali ceramah agama yang terdengar simpang siur di telingaku ketika hendak keluar rumah kalau tidak memakai jilbab. Aku akhirnya menyerah dan segera memakai jilbab agar diizinkan keluar.
Ketika di perjalanan, sepintas aku berpikir dengan apa yang dikatakan oleh kakakku. Seakan deretan nasihat yang diucapkan mengahantui benak pikiranku. Aku berjalan keluar dari gapura rumahku. Tampak dari jauh aku melihat segerombol lelaki yang berada di situ. Tempat mereka biasa mangkrang . Tampak dari jauh rasa takut menyergap diriku saat hendak melewati segerombolan lelaki yang ada di situ. Tidak ada jalan lain selain jalan ini, maka aku harus melewatinya agar aku dapat berjumpa dengan mulut gapura gang rumahku dan menuju perpustakaan. Walau sulit sesungguhnya melewati segerombol lelaki yang biasa  menggoda wanita yang lewat dihadapannya. Namun tak main-main terkadang tangannya pun ikut menjaili.  Aku beranikan untuk melewati jalan itu, kalimat-kalimat ALLah aku lantunkan didalam hati agar mereka tak berani menggodaku. Aku pun melangkah cepat. “Assalamualaikum” serentak salam itu tertuju kepadaku dari segerombol lelaki. Dengan jalan kakiku yang berkecepatan “Waalaikum salam.” Dengan suara volume rendah kujawab salam itu. Jawaban salam itu  mungkin tak terdengar oleh segerombol lelaki itu. Dan terkesan aku tak menjawab salam mereka. Aku heran karena yang biasa  segerombol lelaki itu lakukan  kepada wanita yang lewat adalah menyambut dengan siulan-siulan dan kiucauan mulut mereka. Dengan keheranan yang masih belum hilang, aku tetap melangkah dan merasa lega bisa melewati jalan itu dengan sapaan salam dan selamat tanpa godaan para lelaki-lelaki itu.
Baru tersadar aku ketika mengenakan jilbab  aku merasa terlindungi. Terlihat dari segerombol lelaki yang halus bersikap ucapannya. Godaan yang biasa ricuh dengan siulan dan disertai tangan jail mereka pun tak hadir kepada wanita berjilbab. Malah dengan sopan segerombol lelaki itu mengucapkan salam walau dengan niatan menggoda.  
Tak lama kemudian aku sampai di perpustakaan. Seperti biasa perpustakaan terlihat sepi  ketika di hari jumat. Hanya segelintir orang yang berada di perpustakaan daerah. Ketika aku melewati lorong-lorong rak buku tak sengaja aku menemukan buku yang berjudul “Jilbabku, Pelindung Hidupku !”. Judul yang sangat indah, frase itu berhasil memikatku untuk menjelajahi isi buku itu. Kudapati isi buku itu sangat menyentuh mata batinku dimana isi buku tentang kewajiban seorang muslimah untuk berjilbab. Isi buku itu membiusku dan menyadarkan diriku. Ternyata nasihat-nasihat yang sering aku dengar dari kakakku itu benar. Cara pandangku tentang berjilbab selama ini salah. Berjilbab adalah suatu kewajiban bagi seorang muslimah. Ini bukan hanya sekadar tausyiah yang selama ini masuk telinga kanan keluar telinga kiri, namun rangkaian kata dalam buku ini yang membawaku kepada renungan hati. Isi buku yang ajaib bagiku karena dapat menghipnotis kalbuku ke dalam ruang niat sehingga aku semakin yakin mengulurkan jilbab.
Pada heningnya malam, diriku terbayang-bayang pada buku itu. Hati ini kembali tersentuh pada isi buku ”ajaib”. Deretan kalimat pada buku yang masih terngiang dalam diriku begitu nyata dihadapanku. Begitu juga dengan  nasihat kakakku yang menyuruhku untuk berjilbab.  Terlintas dalam hatiku, bagaimana jika aku memakai jilbab. Lalu aku berdiri di depan cermin, hatiku tergerak untuk mengambil selembar kain jilbab kemudian kukenakan jilbab itu. Tersadar diriku berkata, “Berjilbab itu terlihat lebih anggun, walau sejujurnya tak memakai jilbab pun sudah terlihat cantik”. Mulai saat itulah aku semakin yakin untuk mengenakan jilbab. Kuucapan basmallah “Bismillahirohmanirrohiim” untuk menguatkan dan meyakinkan  diriku untuk berjilbab.
Setelah malam itu aku benar-benar berubah. Ketika keluar rumah aku mengenakan jilbab dengan sendirinya tanpa ada seruan dan tausiyah dari kakak lagi. Pada suatu ketika aku mendatangi sebuah acara ulang tahun di rumah temanku. Pada saat itu aku baru pertama menggunakan jilbab dihadapan teman-temanku. Sorot pandang semua terpanah padaku ketika aku datang dengan mengenangkan jilbab, ya,,, semua terpanah melihatku. Selepas itu mereka mengucapkan selamat atas jilbab yang aku kenakan, mereka memberi dukungan dan mendoakan semoga selalu barokah dan tetap Istiqomah. Terasa senang-terharu, ternyata mereka menguatkan aku dan memantapkan hati aku untuk berhijab. Tapi ada salah satu teman yang tidak suka atas perubahanku “ Halah, jilbabmu Cuma kedok doang! Semua orang juga tau paling-paling buat tebar pesona. Kan lagi ngetrand tuh !” perkataan yang sangat menggerogotiku seakan aku adalah makhluk paling bersalah mengenangkan jilbab. dengan tersenyum akupun menjawab “Aku berjilbab karena niatan dalam diriku, untuk beristiqomah semestinya kewajiban seorang muslimah”.
Aku masih tetap pada pendirianku untuk terus memakai jilbab, walaupun banyak godaan-godaan yang menghampiriku dan tuduhan-tudahan niatan berhijabku. Meninggalkan keindahan duniawi, walaupun harus menyembunyikan keindahan rambutku, tubuhku, dan terus mengibarkan jilbabku, niatan fardhulillahitaAllah. Kapan lagi waktu yang tepat untuk memakai jilbab kalau tidak sekarang juga. Ibarat jika seseorang ditanya tentang kematian, pastilah berkata tidak siap untuk mati! Begitu juga dengan jilbab. Jika tidak dimantapkan dari sekarang, kapan lagi aku akan siap untuk memakai jilbab.
Waktu terus bergulir, suatu waktu aku tersadar ada perubahan pada diriku. Aku semakin dekat dengan sang pencipta ALLah SWT. Seakan panggilan hati yang terus menuntunku untuk terus kejalan yang diridhoi. Aku malu ketika melakukan perbuatan yang dilarang oleh ALLah SWT, karena merasa ada saksi yang terus bersamaku yaitu jilbabku sendiri. Ternyata benar jilbab memberikan manfaat tersendiri untuk menjauhkan perbuatan dosa. Tidak ada kata berjilbab hati dulu baru berjilbab. Itu adalah cara berfikir yang salah. Dengan berjilbab, hati akan terhijabi sendiri dengan lambat laun tanpa tersadari. Ketika melakuakan sesuatu yang terlarang, kita akan merasa malu dengan jilbab yang dikenakan.
Ketenangan batin menjadi hal yang selalu kurasakan setiap langkah hidupku karena dengan berjilbab seakan ALLah SWT melindungiku. Kekuatan spiritual dari berjilabab terasa bak payung yang melindungiku dari panasnya kehidupan dunia dan basahnya hujan dosa. Jilbab yang membawaku ke arus jalan kebaikan ini, menghantarkanku dan menunjukkan  padaku, bahwa aku adalah sebuah titipan di dunia ini dan menjalankan perintah-Nya. Sholat 5 waktu yang menjadi kewajibanku untuk mendekatkan diri. Kalimat-kalimat tasbih yang menggerakkan bibirku-damai. Terbit fajar menyetorkan pada dhuhaku. Malam yang membangunkanku untuk sujud dihadapannya dengan tahajud, keistiqomahan  yang menjadi realita seakan menjadi kewajiban yang aku lakukan. Dunia yang menghantarkanku ke akhirat, dimana dunia kulihat hanya sesaat, akhiratlah kehidupan yang kekal selamanya.
Keajaiban hijab selalu menaungiku setelah itu, salah satunya adalah saat aku mengikuti di sebuah lomba pada acara anniversary 1st Hijabers Gresik yang diadakan oleh Hijabers Gresik. Banyak lomba yang diselenggarakan untuk memeriahkan first anniversary hijabers Gresik ini. Salah satunya adalah lomba DAI. Akupun memutuskan turut serta dalam lomba tersebut. karena dulu ketika masih duduk dibangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, aku punya pengalaman mengikuti lomba DAI dengan persiapan yang minim aku coba memantapkan diri walau pesaing lomba begitu berat dari berbagai kalangan pondok pesantren di Gresik maupun luar Gresik. Mungkin hanya aku yang tak ada basis pondok pesantren dan tak berbekal materi agama yang kompleks seperti mereka. Dengan bermodal sedikit dan pengalaman dan masukan dari kedua orang tua, terutama ayahku yang mengenaliku dan merasuki ilmu agama yang mendalam kepada diriku., aku mantapkan hati untuk mencoba yakin pada diriku untuk mantap mengikutinya dan mendapatkan pengalaman yang baru dalam hidupku. Dengan tema “keutamaan hijab” dengan judul”berhijab adalah wujud wanita surga”. Tak kusangka ternyata aku menjadi juara 3, walau bukan menjadi yang pertama tapi ini adalah sebuah pengalaman untukku. Berkat buku “ajaib” yang aku baca sewaktu di perpustakaan daerah itu, aku mendapat pengalaman yang baru dan sangat mengesankan. Bagiku pengalaman adalah harta karunku. Maka dari itu, pengalaman dalam pencarian jati diri untuk menyempurnakan diri dengan berjilbab menjadi sesuatu yang penting dan berkesan bagiku. Kini jilbabku adalah harta karunku. Pengalaman akan pertentangan batin antara jilbab dan tidak memang tidak akan kulupakan. Berjilbab membuatku semakin dewasa dalam bersikap, menjaga diri dan membuatku lebih mengerti bahwa wanita muslimah itu telah terlahir dan berikatan dengan jilbab yang memberikan sentuhan magisnya bagi kehidupan seorang muslimah di dunia. Ibarat rambut adalah mahkota, kini jilbab adalah mahkota diantara mahkota.
Jilbab tak terlepas dan tetap bersamaku saat berada dipublik. Ya kini aku merasa indah bersama jilbabku. Kutelah mantapkan hati ini dan berkata “Aku akan memakai jilbab, akan selalu memakainya, dan akan tetap memakainya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar