Tema : Aku, Jilbabku, dan Duniaku
Judul : Jilbabku Pilihanku
Nama : Yunita Rahmah
Jilbabku Pilihanku
Karya
Yunita Rahmah
Menjadi wanita itu kehendak Tuhan
Menjadi cantik itu relatif
Menjadi muslimah itu anugrah
Tetapi, menjadi muslimah yang sholehah itu
pilihan.
Berjilbab adalah salah satu simbol wanita
muslimah. Selain menjadi simbol wanita muslimah, berjilbab adalah wujud dari
wanita surga. Mengapa dikatakan demikian ? karena dengan berjilbab seorang
wanita telah melaksanakan satu perintah ALLah SWT. Meskipun pada awalnya aku
sempat berfikir jilbab itu bukan suatu kewajiban bagi seorang wanita. Padahal wanita yang tidak berjilbab akan mendapatkan
dosa yang pada akhirnya bisa menghapus
pahala-pahala lain seperti sholat, puasa, haji, dan pahala-pahala ibadah lain yang
dianjurkan oleh ALLah SWT.
Tahun 2009, tahun dimana aku pertama kali mengenal dan mengenakan
jilbab. Sungguh bukanlah perkara yang gampang untuk
memutuskan memakai jilbab karena bukan cuma butuh waktu untuk memantapkan diri
akan tetapi juga keihklasan, renungan dan Istiqomah.
“ Yang penting hatinya yang
berjilbab bukan tubuhnya saja, jilbab hati dulu baru jilbab tubuh ” celetukanku
yang sering aku lontarkan ketika nasihat-nasihat menghantarkanku tentang berjilbab.
Sempat kejadian ketika aku hendak keluar rumah untuk mengunjungi perpustakaan. Dengan
kaos lengan panjang, celana hitam dan rambut panjangku yang terurai, aku
bersiap untuk melangkah membuka engsel pintu rumah, namun tiba-tiba kakakku
datang dan menyeretku untuk tidak mengizinkan keluar rumah. “Ulurkan jilbab ke tubuhmu dek” Ungkap
kakakku. “Yang terpentingkan sudah sopan kak, dengan baju yang aku kenakan di
tubuhku ini, tidak mengumbarkan tubuhku kan?” Jawabku dengan enteng. “Tapi
auratmu kau perlihatkan dek, ulurkan jilbabmu sepantasnya kamu menjadi seorang
wanita muslimah.” Nasihat kakakku penuh lemah lembut. “ Berjilbab hati dulu
baru berjilbab tubuh !” dengan rasa kesal gumamku yang berapa kalinya aku
celetukan ketika nasihat-nasihat itu menghadangku. “ Berjilbab itu suatu kewajiban
yang sudah tertera dalam ayat suci Al Qur’an, hati manusia tidak bisa berjilbab dengan sempurna. Tentu saja ketidak
sempurnaan manusia tidak pernah berubah meski dia memakai jilbab. seorang
muslimah berjilbab pun tidak lepas dari kesalahan karena memang fitrahnya
sebagai manusia.” Sahut kakakku. Akupun
tak mempedulikan lagi perkataan kakakku, seakan hanya semilir angin yang
terdengar dari telingaku. Bukan hanya sesekali ceramah agama yang terdengar
simpang siur di telingaku ketika hendak keluar rumah kalau tidak memakai
jilbab. Aku akhirnya menyerah dan segera memakai jilbab agar diizinkan keluar.
Ketika di perjalanan, sepintas
aku berpikir dengan apa yang dikatakan oleh kakakku. Seakan deretan nasihat
yang diucapkan mengahantui benak pikiranku. Aku berjalan keluar dari gapura
rumahku. Tampak dari jauh aku melihat segerombol lelaki yang berada di situ.
Tempat mereka biasa mangkrang . Tampak dari jauh rasa takut menyergap diriku saat
hendak melewati segerombolan lelaki yang ada di situ. Tidak ada jalan lain
selain jalan ini, maka aku harus melewatinya agar aku dapat berjumpa dengan
mulut gapura gang rumahku dan menuju perpustakaan. Walau sulit sesungguhnya
melewati segerombol lelaki yang biasa
menggoda wanita yang lewat dihadapannya. Namun tak main-main terkadang
tangannya pun ikut menjaili. Aku
beranikan untuk melewati jalan itu, kalimat-kalimat ALLah aku lantunkan didalam
hati agar mereka tak berani menggodaku. Aku pun melangkah cepat. “Assalamualaikum”
serentak salam itu tertuju kepadaku dari segerombol lelaki. Dengan jalan kakiku
yang berkecepatan “Waalaikum salam.” Dengan suara volume rendah kujawab salam itu.
Jawaban salam itu mungkin tak terdengar
oleh segerombol lelaki itu. Dan terkesan aku tak menjawab salam mereka. Aku
heran karena yang biasa segerombol
lelaki itu lakukan kepada wanita yang
lewat adalah menyambut dengan siulan-siulan dan kiucauan mulut mereka. Dengan
keheranan yang masih belum hilang, aku tetap melangkah dan merasa lega bisa
melewati jalan itu dengan sapaan salam dan selamat tanpa godaan para lelaki-lelaki
itu.
Baru tersadar aku ketika
mengenakan jilbab aku merasa
terlindungi. Terlihat dari segerombol lelaki yang halus bersikap ucapannya. Godaan
yang biasa ricuh dengan siulan dan disertai tangan jail mereka pun tak hadir
kepada wanita berjilbab. Malah dengan sopan segerombol lelaki itu mengucapkan
salam walau dengan niatan menggoda.
Tak lama kemudian aku sampai di
perpustakaan. Seperti biasa perpustakaan terlihat sepi ketika di hari jumat. Hanya segelintir orang
yang berada di perpustakaan daerah. Ketika aku melewati lorong-lorong rak buku tak
sengaja aku menemukan buku yang berjudul “Jilbabku, Pelindung Hidupku !”. Judul
yang sangat indah, frase itu berhasil memikatku untuk menjelajahi isi buku itu.
Kudapati isi buku itu sangat menyentuh mata batinku dimana isi buku tentang
kewajiban seorang muslimah untuk berjilbab. Isi buku itu membiusku dan
menyadarkan diriku. Ternyata nasihat-nasihat yang sering aku dengar dari
kakakku itu benar. Cara pandangku tentang berjilbab selama ini salah. Berjilbab
adalah suatu kewajiban bagi seorang muslimah. Ini bukan hanya sekadar tausyiah
yang selama ini masuk telinga kanan keluar telinga kiri, namun rangkaian kata
dalam buku ini yang membawaku kepada renungan hati. Isi buku yang ajaib bagiku karena
dapat menghipnotis kalbuku ke dalam ruang niat sehingga aku semakin yakin
mengulurkan jilbab.
Pada heningnya malam, diriku
terbayang-bayang pada buku itu. Hati ini kembali tersentuh pada isi buku
”ajaib”. Deretan kalimat pada buku yang masih terngiang dalam diriku begitu nyata
dihadapanku. Begitu juga dengan nasihat
kakakku yang menyuruhku untuk berjilbab. Terlintas dalam hatiku, bagaimana jika aku
memakai jilbab. Lalu aku berdiri di depan cermin, hatiku tergerak untuk
mengambil selembar kain jilbab kemudian kukenakan jilbab itu. Tersadar diriku
berkata, “Berjilbab itu terlihat lebih anggun, walau sejujurnya tak memakai
jilbab pun sudah terlihat cantik”. Mulai saat itulah aku semakin yakin untuk
mengenakan jilbab. Kuucapan basmallah “Bismillahirohmanirrohiim” untuk menguatkan
dan meyakinkan diriku untuk berjilbab.
Setelah malam itu aku
benar-benar berubah. Ketika keluar rumah aku mengenakan jilbab dengan
sendirinya tanpa ada seruan dan tausiyah dari kakak lagi. Pada suatu ketika aku
mendatangi sebuah acara ulang tahun di rumah temanku. Pada saat itu aku baru
pertama menggunakan jilbab dihadapan teman-temanku. Sorot pandang semua
terpanah padaku ketika aku datang dengan mengenangkan jilbab, ya,,, semua
terpanah melihatku. Selepas itu mereka mengucapkan selamat atas jilbab yang aku
kenakan, mereka memberi dukungan dan mendoakan semoga selalu barokah dan tetap
Istiqomah. Terasa senang-terharu, ternyata mereka menguatkan aku dan
memantapkan hati aku untuk berhijab. Tapi ada salah satu teman yang tidak suka
atas perubahanku “ Halah,
jilbabmu Cuma kedok doang! Semua orang juga tau paling-paling buat tebar
pesona. Kan lagi ngetrand tuh !” perkataan yang sangat menggerogotiku seakan
aku adalah makhluk paling bersalah mengenangkan jilbab. dengan tersenyum akupun
menjawab “Aku berjilbab karena niatan dalam diriku, untuk beristiqomah
semestinya kewajiban seorang muslimah”.
Aku masih tetap pada
pendirianku untuk terus memakai jilbab, walaupun banyak godaan-godaan yang
menghampiriku dan tuduhan-tudahan niatan berhijabku. Meninggalkan keindahan
duniawi, walaupun harus menyembunyikan keindahan rambutku, tubuhku, dan terus
mengibarkan jilbabku, niatan fardhulillahitaAllah. Kapan lagi waktu yang
tepat untuk memakai jilbab kalau tidak sekarang juga. Ibarat jika seseorang ditanya
tentang kematian, pastilah berkata tidak siap untuk mati! Begitu juga dengan
jilbab. Jika tidak dimantapkan dari sekarang, kapan lagi aku akan siap untuk
memakai jilbab.
Waktu terus bergulir, suatu
waktu aku tersadar ada perubahan pada diriku. Aku semakin dekat dengan sang
pencipta ALLah SWT. Seakan panggilan hati yang terus menuntunku untuk terus
kejalan yang diridhoi. Aku malu ketika melakukan perbuatan yang dilarang oleh
ALLah SWT, karena merasa ada saksi yang terus bersamaku yaitu jilbabku sendiri.
Ternyata benar jilbab memberikan manfaat tersendiri untuk menjauhkan perbuatan
dosa. Tidak ada kata berjilbab hati dulu baru berjilbab. Itu adalah cara
berfikir yang salah. Dengan berjilbab, hati akan terhijabi sendiri dengan
lambat laun tanpa tersadari. Ketika melakuakan sesuatu yang terlarang, kita
akan merasa malu dengan jilbab yang dikenakan.
Ketenangan batin menjadi hal
yang selalu kurasakan setiap langkah hidupku karena dengan berjilbab seakan
ALLah SWT melindungiku. Kekuatan spiritual dari berjilabab terasa bak payung
yang melindungiku dari panasnya kehidupan dunia dan basahnya hujan dosa. Jilbab
yang membawaku ke arus jalan kebaikan ini, menghantarkanku dan menunjukkan padaku, bahwa aku adalah sebuah titipan di
dunia ini dan menjalankan perintah-Nya. Sholat 5 waktu yang menjadi kewajibanku
untuk mendekatkan diri. Kalimat-kalimat tasbih yang menggerakkan bibirku-damai.
Terbit fajar menyetorkan pada dhuhaku. Malam yang membangunkanku untuk sujud
dihadapannya dengan tahajud, keistiqomahan
yang menjadi realita seakan menjadi kewajiban yang aku lakukan. Dunia
yang menghantarkanku ke akhirat, dimana dunia kulihat hanya sesaat, akhiratlah
kehidupan yang kekal selamanya.
Keajaiban
hijab selalu menaungiku setelah itu, salah satunya adalah saat aku mengikuti di
sebuah lomba pada acara anniversary 1st Hijabers Gresik yang
diadakan oleh Hijabers Gresik. Banyak lomba yang diselenggarakan untuk
memeriahkan first anniversary hijabers Gresik ini. Salah satunya adalah lomba
DAI. Akupun memutuskan turut serta dalam lomba tersebut. karena dulu ketika
masih duduk dibangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, aku punya
pengalaman mengikuti lomba DAI dengan persiapan yang minim aku coba memantapkan
diri walau pesaing lomba begitu berat dari berbagai kalangan pondok pesantren
di Gresik maupun luar Gresik. Mungkin hanya aku yang tak ada basis pondok
pesantren dan tak berbekal materi agama yang kompleks seperti mereka. Dengan
bermodal sedikit dan pengalaman dan masukan dari kedua orang tua, terutama
ayahku yang mengenaliku dan merasuki ilmu agama yang mendalam kepada diriku.,
aku mantapkan hati untuk mencoba yakin pada diriku untuk mantap mengikutinya
dan mendapatkan pengalaman yang baru dalam hidupku. Dengan tema “keutamaan
hijab” dengan judul”berhijab adalah wujud wanita surga”. Tak kusangka ternyata
aku menjadi juara 3, walau bukan menjadi yang pertama tapi ini adalah sebuah
pengalaman untukku. Berkat buku “ajaib” yang aku baca sewaktu di perpustakaan
daerah itu, aku mendapat pengalaman yang baru dan sangat mengesankan. Bagiku
pengalaman adalah harta karunku. Maka dari itu, pengalaman dalam pencarian jati
diri untuk menyempurnakan diri dengan berjilbab menjadi sesuatu yang penting
dan berkesan bagiku. Kini jilbabku adalah harta karunku. Pengalaman akan
pertentangan batin antara jilbab dan tidak memang tidak akan kulupakan.
Berjilbab membuatku semakin dewasa dalam bersikap, menjaga diri dan membuatku
lebih mengerti bahwa wanita muslimah itu telah terlahir dan berikatan dengan
jilbab yang memberikan sentuhan magisnya bagi kehidupan seorang muslimah di
dunia. Ibarat rambut adalah mahkota, kini jilbab adalah mahkota diantara
mahkota.
Jilbab
tak terlepas dan tetap bersamaku saat berada dipublik. Ya kini aku merasa indah
bersama jilbabku. Kutelah mantapkan hati ini dan berkata “Aku akan memakai
jilbab, akan selalu memakainya, dan akan tetap memakainya”.